TUGAS MATA KULIAH
TEKNOLOGI INFORMASI
JURNAL PREDATOR
Disusun oleh :
Nama :
Catleya Kusuma Wardhani
Nim :
26010212130059
Prodi :
BDP
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Plagiatisme masih
menjadi masalah yang menakutkan
dalam dunia jurnal penelitian nasional. Namun, ada masalah lain yang tak
kalah menyeramkan, yakni jurnal predator. Isu tersebut
beberapa tahun belakangan jadi pembicaraan hangat dikalangan ilmuwan. Ini
karena, jurnal tersebut rentan disalahgunakan pihak-pihak tertentu guna
mengeruk keuntungan financial.
Jurnal predator ini adalah
jurnal yang dibuat untuk kepentingan uang dengan mengabaikan etika ilmiah yang
seharusnya. Ini yang kemudian harus diwaspadai para peneliti. Terry
Mart, peneliti Universitas Indonesia (UI) menilai cukup mudah
mengetahui seperti apa ciri-ciri jurnal predator ini. Misalnya, harganya yang
mahal, volume relatif baru dan sulit dicari alamat penerbitnya. Cirinya
berbeda dengan jurnal berkualitas, dimana jurnal berkualitas itu terindeks
secara global, dan visibilitas tinggi.
Solusi dalam menghadapi
plagiatisme dan jurnal predator ini perlu semacam komitmen mengikuti aturan pembuatan
jurnal. Selain itu, dalam pembuatan jurnal tersebut butuh inovasi bukan
adaptasi. Ini penting dilakukan guna menghindari peneliti terperangkat dalam
tindakan tidak terpuji.
Karena para pemberi
penghargaan tidak selalu faham dengan topik penelitian, sangat logis jika
mereka bergantung pada kualitas jurnal tempat hasil dipublikasi. Asumsinya,
sudah diperiksa oleh mitra bestari. Semakin baik jurnalnya, semakin ketat
pemeriksaannya. Di tengah meledaknya pertumbuhan jurnal open acces cukup mudah
untuk memahami keberadaan jurnal yang menawarkan daerah ekstrim kiri serta
daerah abu-abu antara kiri dan normal.
Dalam menilai jurnal
predator ada empat hal yang harus diperhatikan. Pertama, penilai haruslah pakar
sebidang dengan kapasitas minimal setara. Kedua, penilai haruslah bebas dari
conflict of interest. Ketiga, penilai harus fokus pada karya, bukan si pembuat
karya. Keempat, penilai bersandar pada keyakinan kejujuran ilmiah pembuat karya
(scientific trust). Polemik menjadi berkepanjangan karena tidak ada penilai
yang memenuhi keempat kriteria minimal di atas, sementara yang diperdebatkan
umumnya hanya kasus per kasus.
Penelitian mengenai jurnal predator
dilakukan dengan bantuan beberapa mahasiswa, sebanyak 1052 makalah dalam bidang
sains, teknik, sosial, ekonomi, dan manajemen berhasil diunduh secara acak.
Selanjutnya dipetakan negara asal makalah tersebut. Jika penulis berasal lebih
dari satu negara, maka alamat corresponding author yang dipakai. Saat mencari
alamat penulis ditemukan cukup banyak makalah yang tidak mencantumkan negara
asal, semata-mata nama institusi atau kota penulis. Tentu saja masalah ini
dapat diatasi dengan bantuan Google. Uniknya, mayoritas makalah tanpa alamat
negara tersebut berasal dari India dan Nigeria. Jika mengacu pada jurnal-jurnal
Amerika yang umumnya hanya menuliskan negara bagian sebagai alamat penulis,
apakah ini indikasi bahwa penerbit yang dikaji berasal dari Nigeria atau India,
meski alamat kontak resmi tertulis adalah California, USA? Beberapa makalah
ditemukan dalam keadaan belum diedit, sehingga formatnya kurang elok.
Menariknya, makalah-makalah
yang diunduh tadi berasal dari 90 negara. Lima negara penyumbang makalah
terbesar adalah India (217), Nigeria (132), Malaysia (90), Iran (72), dan Mesir
(62). Jika negara maju didefinisikan sebagai Amerika, Kanada, Eropa Barat,
Australia, Jepang, Korea, dan Rusia, maka kontribusi negara maju hanyalah 18%,
sementara kontribusi negara berkembang sebesar 82%. Hasil ini jelas menunjukkan
bahwa publikasi penerbit ini tidak mencerminkan publikasi ilmiah internasional,
karena pada kenyataannya negara maju lebih rajin melakukan penelitian dan
menulis publikasi ketimbang negara berkembang. Dengan bantuan internet dapat
segera ditemukan bahwa mayoritas penulis negara maju yang menyumbang angka 18%
tersebut bukanlah peneliti mainstream di bidangnya.
Melalui jurnal predator
peneliti negara berkembang mulai mengasingkan diri dari sejawat mereka di
negara maju yang relatif lebih unggul. Rendahnya kontribusi makalah dari negara
maju dalam hal ini menunjukkan bahwa jurnal-jurnal predator memiliki
visibilitas rendah di mata mayoritas pakar. Akibatnya, kontribusi peneliti
negara berkembang sulit terdeteksi oleh sejawatnya di negara maju. Di sinilah letak
masalahnya. Kita semua sepakat bahwa penggalian ilmu pengetahuan bersifat
universal. Meski efek lokal bisa melekat pada bidang tertentu, hakikat
penelitian tetap universal. Apalagi jika kita ingin membangun universitas riset
yang unggul dalam bidang-bidang tertentu melalui penelitian. Bagaimana bisa
disebut unggul, jika kita tidak diakui secara global.
Berkembangnya polemik jurnal
predator merupakan momen yang tepat bagi pemerintah, dalam hal ini Ditjen
Dikti, untuk membenahi masalah penelitian dan publikasi ilmiah kita. Apa yang
dibutuhkan sebenarnya adalah definisi jurnal yang baik yang direkomendasikan
Dikti sebagai wahana yang tepat untuk mencapai cita-cita universitas riset.
Jurnal komunitas yang dikelola himpunan profesi serta beberapa jurnal lain yang
sudah sering digunakan komunitas masuk kategori ini. Pemerintah tinggal membuat
basis data jurnal yang dapat direvisi tiap tahunnya dengan berkonsultasi pada
himpunan profesi serta pakar setiap bidang. Jika hal ini dirasa sulit, ambil
saja satu atau dua jurnal utama suatu komunitas penelitian, periksa pada bagian
acuan tiap makalah. Jurnal yang paling sering muncul dalam daftar acuan jelas
merupakan jurnal komunitas juga. Namun, jika hal ini pun masih dirasa sulit,
pilihan terakhir adalah jurnal yang memiliki Impact Factor.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dari makalah jurnal predator adalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana cara untuk mengenali jurnal
predator ?
2.
Bagaimana cara mempublikasi jurnal
ilmiah dengan baik ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah jurnal predator adalah sebagai berikut:
1.
Untuk menghetahui ciri-ciri jurnal
predator.
2.
Untuk mengetahui bagaimana jurnal
predator muncul.
3.
Untuk mempelajari bagaimana cara
mempublikasi jurnal ilmiah dengan baik.
1.4. Manfaat
Manfaat dari makalah jurnal predator adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai
sumber bacaan bagi masyarakat, khusunya peneliti dan mahasiswa.
2. Sebagai
pengetahuan tentang jurnal predator.
BAB II. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Jurnal Predator
Istilah jurnal predator atau jurnal pemangsa yang digunakan ini, cukup beralasan karena tujuan
pembuatan jurnal ini adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya
dengan memangsa para periset atau akademisi yang lugu, yang ingin
mempublikasikan artikel akademisnya secara cepat meski dengan biaya yang cukup
tinggi (hingga mencapai USD 1800) setelah diterima (accepted).
Permasalahan utamanya adalah bahwa
praktek pengelolaan jurnal pemangsa ini tidak mengutamakan aspek penilaian
rekan setara (peer review, mitra bebestari), sehingga kualitas artikel
tidak lagi menjadi bagian penting dari proses penilaian. Kalaupun ada penilaian
dari peer review, adanya hanyalah sebuah formalitas yang tidak
memberikan implikasi perbaikan minor atau perbaikan major atau
penolakan (reject). Nilai akademis dari naskah ilmiah bisa disimpulkan
menjadi sangat rendah.
2.2 Fenomena
Jurnal Predator
Fenomena
jurnal predator atau jurnal pemangsa ini terjadi karena adanya prinsip saling
membutuhkan antara periset dan pengelola jurnal. Potensi artikel yang
dihasilkan dari kegiatan riset di seluruh dunia sangatlah banyak, namun sedikit
sekali yang bisa diakomodasi untuk termuat dalam jurnal-jurnal ilmiah yang
berkualitas. Ketatnya proses review pada jurnal-jurnal berkualitas itu
menginspirasi para pengelola jurnal pemangsa untuk mengakomodasi
artikel-artikel yang tidak bisa bersaing dalam jurnal yang berkualitas
tersebut. Artikel-artikel tersebut bukannya tidak berkualitas dari sisi novelty
dan orisinalitas, namun bisa jadi masih belum matang untuk menjadi artikel
yang berkualitas dan masih membutuhkan banyak perbaikan terutama dalam hal
analisis, suntingan bahasa Inggris, serta argumentasi penguat. Pada poin inilah
banyak para periset yang mengambil jalan pintas untuk segera menerbitkannya
pada jurnal pemangsa dengan hanya membayar USD 500–1800 tanpa harus menyediakan
waktu, energi dan tenaga ekstra untuk proses perbaikannya.
Beberapa faktor yang
penting dan perlu dianalisis lebih dalam adalah apakah kebijakan-kebijakan yang
selama ini diterapkan di UI sudah cukup efektif dalam meningkatkan publikasi
internasional atau malah menyuburkan lahan garapan jurnal pemangsa, seperti
kebijakan publish or perish, kebijakan satu submitted article per
Rp 100 juta dana hibah riset UI, atau adanya insentif yang cukup tinggi untuk
satu artikel yang berhasil diterbitkan? Kebijakan publish or perish -walau
baru berlaku di negara-negara maju- sudah cukup menjadi momok yang menakutkan
bagi para periset yang kurang produktif karena hal itu akan berimplikasi
terhadap posisinya di institusi tersebut. Kalaupun tidak terancam posisinya, maka
ia akan kehilangan banyak hal, baik portofolionya yang tidak menarik terutama
untuk mendapatkan hibah nasional maupun internasional berikutnya, ataupun
hilangnya kesempatan mendapatkan penghargaan dari institusinya. Sebagai contoh,
UI dan DIKTI setiap tahunnya memberikan insentif 15-25 juta per artikel kepada
siapa saja yang menulis artikel di jurnal internasional. Begitu pula kebijakan
satu submitted article per Rp 100 juta dana hibah riset UI sebagai
persyaratan laporan akhir agar tidak terkena larangan untuk pengajuan proposal
berikutnya. Sehingga perlu pengkajian, apakah maraknya penerbitan artikel di
jurnal predator ini adalah efek samping dari kebijakan-kebijakan tersebut atau
bukan. Kalau memang ada, perlu dicarikan jalan tengahnya agar publikasi UI
tetap meningkat tanpa harus mendaftarkan artikel-artikelnya ke jurnal pemangsa.
2.3. Ciri-ciri Jurnal Predator
Ciri-ciri
dari jurnal predator atau jurnal pemangsa adalah adanya pengelolaan jurnal yang
tidak profesional dengan mengeksploitasi model berbayar. Prakteknya, penerbit
jurnal menyebarkan permintaan pengiriman artikel melalui surel spam kepada
daftar surel profesional yang dimilikinya secara masif dan acak, tidak
disesuaikan dengan bidang jurnal dan keahlian si penerima surel. Operasional
jurnal umumnya dijalankan di negara-negara dunia ketiga (India, Pakistan,
Rumania, Malaysia, Nigeria, atau Kenya), bahkan mereka tidak segan-segan
mengelabui penulis dengan menggunakan alamat homebase atau alamat kantor
di USA, Kanada, UK, Australia melaui penyewaan PO Box di negara tersebut.
Jika kita teliti lebih
dalam jajaran dewan editor, beberapa kejanggalan yang bisa kita lihat adalah
sedikitnya track record ilmiah dari anggota dewan editor dalam bentuk
sedikitnya jumlah publikasi mereka. Kemudian banyaknya anggota dewan editor
yang tidak sesuai bidang keahlian dengan topik jurnalnya. Contohnya, ditemukan
satu jurnal bidang bioteknologi dengan anggota dewan editor yang
berasal dari bidang kesehatan masyarakat. Hal ini digambarkan juga seperti
pengalaman yang dialami oleh Steven H. Caplan, assosicate professor biokimia
dan biologi molekuler pada University of Nebraska Medical Center, yang
mendapatkan undangan sebagai dewan editor untuk sebuah jurnal bidang teknik
kimia. Pengelola jurnal sering melakukan pembajakan ilmuan lain sebagai dewan
editor tanpa sepengetahuan dan izin dari ilmuan tersebut. Robert K. Vincent,
profesor geologi dari Bowling Green State University sangat kaget ketika
mengetahui dirinya terdaftar sebagai dewan editor Journal of Earth Science
& Climate Change, dan beliau segera meminta pengunduran dirinya dari dewan
editor.3 Kalaupun sebuah jurnal pemangsa melibatkan ilmuwan handal, ilmuwan itu
dibebastugaskan dari segala konsekuensi dan tanggung jawab sebagai anggota
dewan editor, kecuali pada penggunaan nama dan fotonya saja.
Ciri lain dari jurnal pemangsa
adalah proses pengecekan artikel melalui peer review yang sangat instan, hanya
dalam hitungan hari atau satu bulan saja artikel sudah langsung mendapat status
accepted tanpa terlihat adanya pengecekan isi dan kualitas artikel,
suatu praktek yang tidak pernah dilakukan oleh jurnal bereputasi baik. Praktek
seperti inilah yang pernah kita lihat kehebohannya sampai-sampai nama Inul
Darasita dan Agnes Monica dapat terlibat dalam artikel ilmiah yang telah terbit
sebagai penulis. Contoh lain, pada bulan Desember 2012 DRPM mendapatkan
sertifikat penghargaan dari jurnal terbitan IOSR (International Organization of
Scientific Research) karena ditulis sebagai penulis di jurnal tersebut. Hal
yang sangat menarik adalah belum ada sejarahnya penulis suatu artikel adalah
sebuah lembaga penelitian dan kemudian mendapatkan sertifikat. Penyebutan nama
DRPM sebagai salah satu penulis pun terjadi tanpa melalui korespondensi dengan
DRPM. Setelah melakukan pengecekan terhadap artikel tersebut, dapat disimpulkan
bahwa artikel tersebut tidak melalui proses peer review, menggunakan
penulisannya yang tidak standar (IMRAD/ Introduction, Methods, Results
and Discussion), menggunakan bahasa Inggris yang kacau, tidak memasukkan
analisis serta menunjukkan ketidakjelasan novelty dan orisinalitasnya.
Kalau kita telusuri daftar jurnal pemangsa yang diusulkan oleh Jeffrey Beall
lebih teliti, banyak jurnal predator yang terindeks di SCOPUS dan bahkan ada
yang memiliki impact factor.
Gambar 1. Contoh
artikel
yang lolos 'peer-review' dan diterbitkan di jurnal internasional dengan
penulis Inul Daratista, Agnes Monica dan Pejabat Palsu.
Gambar
2. Cara jurnal predator memancing penulis
2.4. Jurnal Predator Terindeks di Scorpus
Untuk menjalankan bisnisnya secara
mulus, jurnal-jurnal pemangsa ini melakukan upaya keras untuk terindeks di
SCOPUS, salah satu basis data jurnal terbesar di dunia yang dimiliki penerbit
Elsevier. Evaluasi pengideksan jurnal oleh SCOPUS masih memiliki kelemahan
dalam penyaringan terhadap jurnal-jurnal pemangsa ini. Selain ketidaknetralan
SCOPUS sebagai pengindeks jurnal (karena dimiliki oleh publisher Elsevier),
indikator terpenting dalam penilaian jurnal oleh SCOPUS untuk diindekskan hanya
didasarkan pada hal-hal yang kurang substantif, misal penerbitan yang tepat
waktu, komposisi asal dewan editor, serta komposisi asal para penulis. Tak
penting bagaimana kualitasnya dan isinya. Tentu indikator-indikator ini sangat
mudah dipenuhi oleh jurnal-jurnal pemangsa yang notebenenya memiliki jaringan
yang sangat luas dan internasional.
2.5. Mengapa Jurnal Pemangsa Bisa
Mempunyai IF
Beberapa jurnal inipun
mengklaim diri memiliki impact factor (IF) walaupun kecil, sebesar 0,5. Mengapa demikian, kalau kita
cermati perhitungan IF yang diprakarsai oleh ISI Thomson Reuters, nilai IF
diperoleh dengan menghitung jumlah artikel yang disitasi dalam dua tahun per
total artikel yang diterbitkan per tahunnya. Perhitungan seperti ini bisa
disiasati oleh pengelola jurnal yang tidak mengindahkan fairness dan
kejujuran. Praktek yang sering dilakukan oleh pengelola jurnal adalah dengan
mewajibkan penulis artikel untuk mensitasi artikel-artikel yang ada pada jurnal
tersebut sebagai prasyarat penerimaan artikel. Otomatis jika seluruh penulis
mensitasi artikel-artikel pada jurnal tersebut, nilai IF akan ada.
2.6. Cara Publikasi Jurnal Ilmiah Yang Baik
Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh periset, dosen, dan
pembimbing adalah:
1. Melakukan pemilihan jurnal yang baik.
Jurnal yang baik
umumnya dikelola oleh para ahli di bidangnya, yaitu jurnal yang dipublikasikan
oleh asosiasi profesi. Misal, dalam bidang kimia ada American Chemical Society
atau Royal Society Chemistry. Para periset diharapkan untuk terbiasa membaca
artikel-artikel pada jurnal tersebut dan mendalami jurnal-jurnal yang
diterbitkan oleh assosiasi tersebut agar artikel yang dihasilkan dapat sesuai
dengan kualitas jurnalnya.
2. Mendalami sistem pengelolaan jurnal yang dituju .
Tujuannya adalah agar kita bisa lebih
yakin bahwa jurnal yang dituju memang dikelola oleh orang-orang yang kompeten
dibidangnya. Pengecekan pertama adalah mengecek adakah alamat kantor dari
jurnal tersebut, apakah alamat e-mail yang diberikan bukan alamat e-mail yang
non-formal seperti yahoo.com, gmail.com atau sejenisnya. Jika kita masih ragu,
lakukan pengecekan terhadap dewan editor, apakah kompetensi dewan editor sesuai
dengan bidangnya karena dewan editor inilah faktor kunci dari pengelolaan
jurnal. Merekalah yang menentukan kemana artikel akan diproses oleh peer
review. Jika kurang kompeten keahliannya, sudah bisa diduga bagaimana kualitas
reviewnya.
3. Melakukan kaji
ulang terhadap artikel yang akan dikirim.
Pemeriksaan kembali
artikel yang akan dikirim memang akan menyita waktu, tenaga dan pikiran kita,
tetapi ini memang proses yang harus dilakukan. Umumnya, hal ini dilakukan
dengan melibatkan rekan sejawat yang bisa dipercaya kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaaan redaksional bahasa Inggris kepada native speaker.
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat diambil dari makalah jurnal predator
adalah sebagai berikut:
1. Adapun ciri-ciri dari jurnal predator
adalah adanya
pengelolaan jurnal yang tidak profesional dengan mengeksploitasi model
berbayar. Prakteknya, penerbit jurnal menyebarkan permintaan pengiriman artikel
melalui surel spam kepada daftar surel profesional yang dimilikinya
secara masif dan acak, tidak disesuaikan dengan bidang jurnal dan keahlian si
penerima surel, berbeda dengan jurnal berkualitas, dimana jurnal
berkualitas itu terindeks secara global, dan visibilitas tinggi. Ciri lain dari jurnal pemangsa adalah proses
pengecekan artikel melalui peer review yang sangat
instan, hanya dalam hitungan hari atau satu bulan saja artikel sudah langsung
mendapat status accepted tanpa terlihat adanya pengecekan isi dan
kualitas artikel, suatu praktek yang tidak pernah dilakukan oleh jurnal
bereputasi baik.
2.
Fenomena jurnal predator terjadi karena adanya prinsip saling
membutuhkan antara periset dan pengelola jurnal. Potensi artikel yang
dihasilkan dari kegiatan riset di seluruh dunia sangatlah banyak, namun sedikit
sekali yang bisa diakomodasi untuk termuat dalam jurnal-jurnal ilmiah yang
berkualitas. Ketatnya proses review pada jurnal-jurnal berkualitas itu
menginspirasi para pengelola jurnal pemangsa untuk mengakomodasi
artikel-artikel yang tidak bisa bersaing dalam jurnal yang berkualitas tersebut.
3. Bahwa dalam mempublikasikan suatu jurnal
ilmiah ada beberapa hal yang perlu
dilakukan oleh periset, dosen, dan pembimbing adalah seperti melakukan pemilihan jurnal yang baik,
yaitu jurnal yang dipublikasikan oleh asosiasi profesi.
Mendalami
sistem pengelolaan jurnal yang dituju, agar kita bisa lebih yakin bahwa jurnal
yang dituju memang dikelola oleh orang-orang yang kompeten dibidangnya. Melakukan kaji ulang terhadap artikel yang
akan dikirim, pemeriksaan kembali artikel yang akan dikirim memang akan
menyita waktu, tenaga dan pikiran kita, tetapi ini memang proses yang harus
dilakukan. Umumnya, hal ini dilakukan dengan melibatkan rekan sejawat yang bisa
dipercaya kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaaan redaksional bahasa Inggris
kepada native speaker.
3.2. Saran
Saran
yang dapat diambil dari makalah jurnal predator
adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya dalam mengirimkan lebih berhati-hati agar artikel kita yang bagus ke jurnal yang sesuai kategori dan
peruntukannya. Jangan sampai kita salah dengan
mengirimkan artikel ke jurnal pemangsa baik secara tidak sengaja oleh kita karena
kekurangtahuan kita dengan proses publikasi ilmiah yang baik.
2.
Sebaiknya akan lebih baik bila kita menerbitkan
satu artikel berkualitas di jurnal yang memiliki reputasi baik daripada
menerbitkan beberapa artikel di jurnal yang tergolong atau terindikasi sebagai
jurnal pemangsa.
DAFTAR PUSTAKA
http://research.ui.ac.id/warta/2013-04/files/april%202013.pdf
http://staff.fisika.ui.ac.id/tmart/predator2.html
Kak di mohon bantuanya mampir ya kak karena disini juga ada kak
BalasHapushttps://b24-x6ppwe.bitrix24.com/stream/
.