Jumat, 22 November 2013

Tugas Jurnal Predator


TUGAS MATA KULIAH
TEKNOLOGI INFORMASI
JURNAL PREDATOR













                          Disusun oleh :

Nama   : Catleya Kusuma Wardhani
Nim     : 26010212130059
Prodi   : BDP





PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013


BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
            Plagiatisme masih menjadi masalah yang  menakutkan dalam dunia jurnal penelitian nasional. Namun, ada masalah lain yang tak kalah menyeramkan, yakni jurnal predator. Isu tersebut beberapa tahun belakangan jadi pembicaraan hangat dikalangan ilmuwan. Ini karena, jurnal tersebut rentan disalahgunakan pihak-pihak tertentu guna mengeruk keuntungan financial.
            Jurnal predator ini adalah jurnal yang dibuat untuk kepentingan uang dengan mengabaikan etika ilmiah yang seharusnya. Ini yang kemudian harus diwaspadai para peneliti. Terry Mart, peneliti Universitas Indonesia (UI) menilai cukup mudah mengetahui seperti apa ciri-ciri jurnal predator ini. Misalnya, harganya yang mahal, volume relatif baru dan sulit dicari alamat penerbitnya. Cirinya berbeda dengan jurnal berkualitas, dimana jurnal berkualitas itu terindeks secara global, dan visibilitas tinggi.
            Solusi dalam menghadapi plagiatisme dan jurnal predator ini perlu semacam komitmen mengikuti aturan pembuatan jurnal. Selain itu, dalam pembuatan jurnal tersebut butuh inovasi bukan adaptasi. Ini penting dilakukan guna menghindari peneliti terperangkat dalam tindakan tidak terpuji.
            Karena para pemberi penghargaan tidak selalu faham dengan topik penelitian, sangat logis jika mereka bergantung pada kualitas jurnal tempat hasil dipublikasi. Asumsinya, sudah diperiksa oleh mitra bestari. Semakin baik jurnalnya, semakin ketat pemeriksaannya. Di tengah meledaknya pertumbuhan jurnal open acces cukup mudah untuk memahami keberadaan jurnal yang menawarkan daerah ekstrim kiri serta daerah abu-abu antara kiri dan normal.
            Dalam menilai jurnal predator ada empat hal yang harus diperhatikan. Pertama, penilai haruslah pakar sebidang dengan kapasitas minimal setara. Kedua, penilai haruslah bebas dari conflict of interest. Ketiga, penilai harus fokus pada karya, bukan si pembuat karya. Keempat, penilai bersandar pada keyakinan kejujuran ilmiah pembuat karya (scientific trust). Polemik menjadi berkepanjangan karena tidak ada penilai yang memenuhi keempat kriteria minimal di atas, sementara yang diperdebatkan umumnya hanya kasus per kasus.
            Penelitian mengenai jurnal predator dilakukan dengan bantuan beberapa mahasiswa, sebanyak 1052 makalah dalam bidang sains, teknik, sosial, ekonomi, dan manajemen berhasil diunduh secara acak. Selanjutnya dipetakan negara asal makalah tersebut. Jika penulis berasal lebih dari satu negara, maka alamat corresponding author yang dipakai. Saat mencari alamat penulis ditemukan cukup banyak makalah yang tidak mencantumkan negara asal, semata-mata nama institusi atau kota penulis. Tentu saja masalah ini dapat diatasi dengan bantuan Google. Uniknya, mayoritas makalah tanpa alamat negara tersebut berasal dari India dan Nigeria. Jika mengacu pada jurnal-jurnal Amerika yang umumnya hanya menuliskan negara bagian sebagai alamat penulis, apakah ini indikasi bahwa penerbit yang dikaji berasal dari Nigeria atau India, meski alamat kontak resmi tertulis adalah California, USA? Beberapa makalah ditemukan dalam keadaan belum diedit, sehingga formatnya kurang elok.
            Menariknya, makalah-makalah yang diunduh tadi berasal dari 90 negara. Lima negara penyumbang makalah terbesar adalah India (217), Nigeria (132), Malaysia (90), Iran (72), dan Mesir (62). Jika negara maju didefinisikan sebagai Amerika, Kanada, Eropa Barat, Australia, Jepang, Korea, dan Rusia, maka kontribusi negara maju hanyalah 18%, sementara kontribusi negara berkembang sebesar 82%. Hasil ini jelas menunjukkan bahwa publikasi penerbit ini tidak mencerminkan publikasi ilmiah internasional, karena pada kenyataannya negara maju lebih rajin melakukan penelitian dan menulis publikasi ketimbang negara berkembang. Dengan bantuan internet dapat segera ditemukan bahwa mayoritas penulis negara maju yang menyumbang angka 18% tersebut bukanlah peneliti mainstream di bidangnya.
            Melalui jurnal predator peneliti negara berkembang mulai mengasingkan diri dari sejawat mereka di negara maju yang relatif lebih unggul. Rendahnya kontribusi makalah dari negara maju dalam hal ini menunjukkan bahwa jurnal-jurnal predator memiliki visibilitas rendah di mata mayoritas pakar. Akibatnya, kontribusi peneliti negara berkembang sulit terdeteksi oleh sejawatnya di negara maju. Di sinilah letak masalahnya. Kita semua sepakat bahwa penggalian ilmu pengetahuan bersifat universal. Meski efek lokal bisa melekat pada bidang tertentu, hakikat penelitian tetap universal. Apalagi jika kita ingin membangun universitas riset yang unggul dalam bidang-bidang tertentu melalui penelitian. Bagaimana bisa disebut unggul, jika kita tidak diakui secara global.
            Berkembangnya polemik jurnal predator merupakan momen yang tepat bagi pemerintah, dalam hal ini Ditjen Dikti, untuk membenahi masalah penelitian dan publikasi ilmiah kita. Apa yang dibutuhkan sebenarnya adalah definisi jurnal yang baik yang direkomendasikan Dikti sebagai wahana yang tepat untuk mencapai cita-cita universitas riset. Jurnal komunitas yang dikelola himpunan profesi serta beberapa jurnal lain yang sudah sering digunakan komunitas masuk kategori ini. Pemerintah tinggal membuat basis data jurnal yang dapat direvisi tiap tahunnya dengan berkonsultasi pada himpunan profesi serta pakar setiap bidang. Jika hal ini dirasa sulit, ambil saja satu atau dua jurnal utama suatu komunitas penelitian, periksa pada bagian acuan tiap makalah. Jurnal yang paling sering muncul dalam daftar acuan jelas merupakan jurnal komunitas juga. Namun, jika hal ini pun masih dirasa sulit, pilihan terakhir adalah jurnal yang memiliki Impact Factor.

1.2. Perumusan Masalah
            Perumusan  masalah dari makalah jurnal predator adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana cara untuk mengenali jurnal predator ?
2.    Bagaimana cara mempublikasi jurnal ilmiah dengan baik ?

1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah jurnal predator  adalah sebagai berikut:
1.    Untuk menghetahui ciri-ciri jurnal predator.
2.    Untuk mengetahui bagaimana jurnal predator muncul.
3.    Untuk mempelajari bagaimana cara mempublikasi jurnal ilmiah dengan baik.

1.4. Manfaat
Manfaat dari makalah jurnal predator  adalah sebagai berikut:
1.    Sebagai sumber bacaan bagi masyarakat, khusunya peneliti dan mahasiswa.
2.  Sebagai pengetahuan tentang jurnal predator.

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Jurnal Predator
            Istilah jurnal predator atau jurnal pemangsa yang digunakan ini, cukup beralasan karena tujuan pembuatan jurnal ini adalah untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan memangsa para periset atau akademisi yang lugu, yang ingin mempublikasikan artikel akademisnya secara cepat meski dengan biaya yang cukup tinggi (hingga mencapai USD 1800) setelah diterima (accepted). Permasalahan  utamanya adalah bahwa praktek pengelolaan jurnal pemangsa ini tidak mengutamakan aspek penilaian rekan setara (peer review, mitra bebestari), sehingga kualitas artikel tidak lagi menjadi bagian penting dari proses penilaian. Kalaupun ada penilaian dari peer review, adanya hanyalah sebuah formalitas yang tidak memberikan implikasi perbaikan minor atau perbaikan major atau penolakan (reject). Nilai akademis dari naskah ilmiah bisa disimpulkan menjadi sangat rendah.

2.2 Fenomena Jurnal Predator
            Fenomena jurnal predator atau jurnal pemangsa ini terjadi karena adanya prinsip saling membutuhkan antara periset dan pengelola jurnal. Potensi artikel yang dihasilkan dari kegiatan riset di seluruh dunia sangatlah banyak, namun sedikit sekali yang bisa diakomodasi untuk termuat dalam jurnal-jurnal ilmiah yang berkualitas. Ketatnya proses review pada jurnal-jurnal berkualitas itu menginspirasi para pengelola jurnal pemangsa untuk mengakomodasi artikel-artikel yang tidak bisa bersaing dalam jurnal yang berkualitas tersebut. Artikel-artikel tersebut bukannya tidak berkualitas dari sisi novelty dan orisinalitas, namun bisa jadi masih belum matang untuk menjadi artikel yang berkualitas dan masih membutuhkan banyak perbaikan terutama dalam hal analisis, suntingan bahasa Inggris, serta argumentasi penguat. Pada poin inilah banyak para periset yang mengambil jalan pintas untuk segera menerbitkannya pada jurnal pemangsa dengan hanya membayar USD 500–1800 tanpa harus menyediakan waktu, energi dan tenaga ekstra untuk proses perbaikannya.
            Beberapa faktor yang penting dan perlu dianalisis lebih dalam adalah apakah kebijakan-kebijakan yang selama ini diterapkan di UI sudah cukup efektif dalam meningkatkan publikasi internasional atau malah menyuburkan lahan garapan jurnal pemangsa, seperti kebijakan publish or perish, kebijakan satu submitted article per Rp 100 juta dana hibah riset UI, atau adanya insentif yang cukup tinggi untuk satu artikel yang berhasil diterbitkan? Kebijakan publish or perish -walau baru berlaku di negara-negara maju- sudah cukup menjadi momok yang menakutkan bagi para periset yang kurang produktif karena hal itu akan berimplikasi terhadap posisinya di institusi tersebut. Kalaupun tidak terancam posisinya, maka ia akan kehilangan banyak hal, baik portofolionya yang tidak menarik terutama untuk mendapatkan hibah nasional maupun internasional berikutnya, ataupun hilangnya kesempatan mendapatkan penghargaan dari institusinya. Sebagai contoh, UI dan DIKTI setiap tahunnya memberikan insentif 15-25 juta per artikel kepada siapa saja yang menulis artikel di jurnal internasional. Begitu pula kebijakan satu submitted article per Rp 100 juta dana hibah riset UI sebagai persyaratan laporan akhir agar tidak terkena larangan untuk pengajuan proposal berikutnya. Sehingga perlu pengkajian, apakah maraknya penerbitan artikel di jurnal predator ini adalah efek samping dari kebijakan-kebijakan tersebut atau bukan. Kalau memang ada, perlu dicarikan jalan tengahnya agar publikasi UI tetap meningkat tanpa harus mendaftarkan artikel-artikelnya ke jurnal pemangsa.

2.3. Ciri-ciri Jurnal Predator
            Ciri-ciri dari jurnal predator atau jurnal pemangsa adalah adanya pengelolaan jurnal yang tidak profesional dengan mengeksploitasi model berbayar. Prakteknya, penerbit jurnal menyebarkan permintaan pengiriman artikel melalui surel spam kepada daftar surel profesional yang dimilikinya secara masif dan acak, tidak disesuaikan dengan bidang jurnal dan keahlian si penerima surel. Operasional jurnal umumnya dijalankan di negara-negara dunia ketiga (India, Pakistan, Rumania, Malaysia, Nigeria, atau Kenya), bahkan mereka tidak segan-segan mengelabui penulis dengan menggunakan alamat homebase atau alamat kantor di USA, Kanada, UK, Australia melaui penyewaan PO Box di negara tersebut.
            Jika kita teliti lebih dalam jajaran dewan editor, beberapa kejanggalan yang bisa kita lihat adalah sedikitnya track record ilmiah dari anggota dewan editor dalam bentuk sedikitnya jumlah publikasi mereka. Kemudian banyaknya anggota dewan editor yang tidak sesuai bidang keahlian dengan topik jurnalnya. Contohnya, ditemukan satu jurnal bidang bioteknologi dengan anggota dewan editor yang berasal dari bidang kesehatan masyarakat. Hal ini digambarkan juga seperti pengalaman yang dialami oleh Steven H. Caplan, assosicate professor biokimia dan biologi molekuler pada University of Nebraska Medical Center, yang mendapatkan undangan sebagai dewan editor untuk sebuah jurnal bidang teknik kimia. Pengelola jurnal sering melakukan pembajakan ilmuan lain sebagai dewan editor tanpa sepengetahuan dan izin dari ilmuan tersebut. Robert K. Vincent, profesor geologi dari Bowling Green State University sangat kaget ketika mengetahui dirinya terdaftar sebagai dewan editor Journal of Earth Science & Climate Change, dan beliau segera meminta pengunduran dirinya dari dewan editor.3 Kalaupun sebuah jurnal pemangsa melibatkan ilmuwan handal, ilmuwan itu dibebastugaskan dari segala konsekuensi dan tanggung jawab sebagai anggota dewan editor, kecuali pada penggunaan nama dan fotonya saja.
            Ciri lain dari jurnal pemangsa adalah proses pengecekan artikel melalui peer review yang sangat instan, hanya dalam hitungan hari atau satu bulan saja artikel sudah langsung mendapat status accepted tanpa terlihat adanya pengecekan isi dan kualitas artikel, suatu praktek yang tidak pernah dilakukan oleh jurnal bereputasi baik. Praktek seperti inilah yang pernah kita lihat kehebohannya sampai-sampai nama Inul Darasita dan Agnes Monica dapat terlibat dalam artikel ilmiah yang telah terbit sebagai penulis. Contoh lain, pada bulan Desember 2012 DRPM mendapatkan sertifikat penghargaan dari jurnal terbitan IOSR (International Organization of Scientific Research) karena ditulis sebagai penulis di jurnal tersebut. Hal yang sangat menarik adalah belum ada sejarahnya penulis suatu artikel adalah sebuah lembaga penelitian dan kemudian mendapatkan sertifikat. Penyebutan nama DRPM sebagai salah satu penulis pun terjadi tanpa melalui korespondensi dengan DRPM. Setelah melakukan pengecekan terhadap artikel tersebut, dapat disimpulkan bahwa artikel tersebut tidak melalui proses peer review, menggunakan penulisannya yang tidak standar (IMRAD/ Introduction, Methods, Results and Discussion), menggunakan bahasa Inggris yang kacau, tidak memasukkan analisis serta menunjukkan ketidakjelasan novelty dan orisinalitasnya. Kalau kita telusuri daftar jurnal pemangsa yang diusulkan oleh Jeffrey Beall lebih teliti, banyak jurnal predator yang terindeks di SCOPUS dan bahkan ada yang memiliki impact factor.


Gambar 1. Contoh  artikel yang lolos 'peer-review' dan diterbitkan di jurnal internasional dengan penulis Inul Daratista, Agnes Monica dan Pejabat Palsu.

Gambar 2. Cara jurnal predator memancing penulis

2.4. Jurnal Predator Terindeks di Scorpus
            Untuk menjalankan bisnisnya secara mulus, jurnal-jurnal pemangsa ini melakukan upaya keras untuk terindeks di SCOPUS, salah satu basis data jurnal terbesar di dunia yang dimiliki penerbit Elsevier. Evaluasi pengideksan jurnal oleh SCOPUS masih memiliki kelemahan dalam penyaringan terhadap jurnal-jurnal pemangsa ini. Selain ketidaknetralan SCOPUS sebagai pengindeks jurnal (karena dimiliki oleh publisher Elsevier), indikator terpenting dalam penilaian jurnal oleh SCOPUS untuk diindekskan hanya didasarkan pada hal-hal yang kurang substantif, misal penerbitan yang tepat waktu, komposisi asal dewan editor, serta komposisi asal para penulis. Tak penting bagaimana kualitasnya dan isinya. Tentu indikator-indikator ini sangat mudah dipenuhi oleh jurnal-jurnal pemangsa yang notebenenya memiliki jaringan yang sangat luas dan internasional.

2.5. Mengapa Jurnal Pemangsa Bisa Mempunyai IF
            Beberapa jurnal inipun mengklaim diri memiliki impact factor (IF) walaupun kecil, sebesar 0,5.  Mengapa demikian, kalau kita cermati perhitungan IF yang diprakarsai oleh ISI Thomson Reuters, nilai IF diperoleh dengan menghitung jumlah artikel yang disitasi dalam dua tahun per total artikel yang diterbitkan per tahunnya. Perhitungan seperti ini bisa disiasati oleh pengelola jurnal yang tidak mengindahkan fairness dan kejujuran. Praktek yang sering dilakukan oleh pengelola jurnal adalah dengan mewajibkan penulis artikel untuk mensitasi artikel-artikel yang ada pada jurnal tersebut sebagai prasyarat penerimaan artikel. Otomatis jika seluruh penulis mensitasi artikel-artikel pada jurnal tersebut, nilai IF akan ada.

2.6. Cara Publikasi Jurnal Ilmiah Yang Baik
            Beberapa hal yang  perlu dilakukan oleh periset, dosen, dan pembimbing adalah:

1. Melakukan pemilihan jurnal yang baik.
            Jurnal yang baik umumnya dikelola oleh para ahli di bidangnya, yaitu jurnal yang dipublikasikan oleh asosiasi profesi. Misal, dalam bidang kimia ada American Chemical Society atau Royal Society Chemistry. Para periset diharapkan untuk terbiasa membaca artikel-artikel pada jurnal tersebut dan mendalami jurnal-jurnal yang diterbitkan oleh assosiasi tersebut agar artikel yang dihasilkan dapat sesuai dengan kualitas jurnalnya.

2. Mendalami sistem pengelolaan jurnal yang dituju .
                Tujuannya adalah agar kita bisa lebih yakin bahwa jurnal yang dituju memang dikelola oleh orang-orang yang kompeten dibidangnya. Pengecekan pertama adalah mengecek adakah alamat kantor dari jurnal tersebut, apakah alamat e-mail yang diberikan bukan alamat e-mail yang non-formal seperti yahoo.com, gmail.com atau sejenisnya. Jika kita masih ragu, lakukan pengecekan terhadap dewan editor, apakah kompetensi dewan editor sesuai dengan bidangnya karena dewan editor inilah faktor kunci dari pengelolaan jurnal. Merekalah yang menentukan kemana artikel akan diproses oleh peer review. Jika kurang kompeten keahliannya, sudah bisa diduga bagaimana kualitas reviewnya.

3. Melakukan kaji ulang terhadap artikel yang akan dikirim.
            Pemeriksaan kembali artikel yang akan dikirim memang akan menyita waktu, tenaga dan pikiran kita, tetapi ini memang proses yang harus dilakukan. Umumnya, hal ini dilakukan dengan melibatkan rekan sejawat yang bisa dipercaya kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaaan redaksional bahasa Inggris kepada native speaker.


BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
            Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah jurnal predator  adalah sebagai berikut:
1. Adapun ciri-ciri dari jurnal predator adalah adanya pengelolaan jurnal yang tidak profesional dengan mengeksploitasi model berbayar. Prakteknya, penerbit jurnal menyebarkan permintaan pengiriman artikel melalui surel spam kepada daftar surel profesional yang dimilikinya secara masif dan acak, tidak disesuaikan dengan bidang jurnal dan keahlian si penerima surel, berbeda dengan jurnal berkualitas, dimana jurnal berkualitas itu terindeks secara global, dan visibilitas tinggi. Ciri lain dari jurnal pemangsa adalah proses pengecekan artikel melalui peer review yang sangat instan, hanya dalam hitungan hari atau satu bulan saja artikel sudah langsung mendapat status accepted tanpa terlihat adanya pengecekan isi dan kualitas artikel, suatu praktek yang tidak pernah dilakukan oleh jurnal bereputasi baik.

2. Fenomena jurnal predator terjadi karena adanya prinsip saling membutuhkan antara periset dan pengelola jurnal. Potensi artikel yang dihasilkan dari kegiatan riset di seluruh dunia sangatlah banyak, namun sedikit sekali yang bisa diakomodasi untuk termuat dalam jurnal-jurnal ilmiah yang berkualitas. Ketatnya proses review pada jurnal-jurnal berkualitas itu menginspirasi para pengelola jurnal pemangsa untuk mengakomodasi artikel-artikel yang tidak bisa bersaing dalam jurnal yang berkualitas tersebut.

3. Bahwa dalam mempublikasikan suatu jurnal ilmiah ada beberapa hal yang  perlu dilakukan oleh periset, dosen, dan pembimbing adalah seperti melakukan pemilihan jurnal yang baik, yaitu jurnal yang dipublikasikan oleh asosiasi profesi.
Mendalami sistem pengelolaan jurnal yang dituju, agar kita bisa lebih yakin bahwa jurnal yang dituju memang dikelola oleh orang-orang yang kompeten dibidangnya. Melakukan kaji ulang terhadap artikel yang akan dikirim, pemeriksaan kembali artikel yang akan dikirim memang akan menyita waktu, tenaga dan pikiran kita, tetapi ini memang proses yang harus dilakukan. Umumnya, hal ini dilakukan dengan melibatkan rekan sejawat yang bisa dipercaya kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaaan redaksional bahasa Inggris kepada native speaker.

3.2. Saran
            Saran yang dapat diambil dari makalah jurnal predator  adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya dalam  mengirimkan lebih berhati-hati agar artikel kita yang bagus ke jurnal yang sesuai kategori dan peruntukannya. Jangan sampai kita salah dengan mengirimkan artikel ke jurnal pemangsa baik secara tidak sengaja oleh kita karena kekurangtahuan kita dengan proses publikasi ilmiah yang baik.

2. Sebaiknya akan lebih baik bila kita menerbitkan satu artikel berkualitas di jurnal yang memiliki reputasi baik daripada menerbitkan beberapa artikel di jurnal yang tergolong atau terindikasi sebagai jurnal pemangsa.
 

DAFTAR PUSTAKA


http://research.ui.ac.id/warta/2013-04/files/april%202013.pdf

http://staff.fisika.ui.ac.id/tmart/predator2.html


1 komentar: